Senin, 15 Februari 2021

Aku hanya merindukannya

Menulis ulang yang pernah ku tulis di 2012...

Bedanya, di 2012 ini impianku, dan di 2021 ini penyesalanku...

Aku merindukannya...

Dulu, di tahun 2012, teman Baba yang kebetulan membaca FB ku, membacakan cerita ini ke Baba,,

Aku masih ingat kala itu Baba bahagia, bangga, ada harap dalam ceritanya.

Tapi aku tak bs mewujudkan mimpinya.

karena aku tinggal dengan suamiku di Jakarta, Baba di Pasuruan.


Cerita ini berkisah tentang seorang anak laki-laki dan ayahnya yang mulai renta dimakan usia, semoga ada makna yang bisa didapat lewat cerita pendek ini.

Disuatu pagi yang dingin sehabis hujan. 

Sang ayah dengan langkah rapuhnya berjalan dari ruang tamu rumahnya menuju kekamar anaknya dilantai atas.

Sang ayah berniat untuk mengajak anak laki-lakinya untuk berjalan - jalan di halaman rumah mereka.

Dengan langkah rapuhnya dia berusaha untuk naik tangga menuju kamar sang anak.

Begitu sang ayah hampir mencapai lantai atas, anaknya pun keluar dari pintu kamarnya, dan mereka berdua saling menatap satu sama lain. 

Melihat ayahnya yang susah payah berjalan sang anak hanya memandangnya dingin seakan - akan tidak peduli, dan sang anak pun berlalu kearah kamar mandi didepan kamarnya, tanpa mengindahkan ayahnya.

Sang ayahpun hanya diam tanpa kata. 

Sang ayahpun menunggu didepan pintu kamar mandi, dan mengetuk pintu kamar mandi dengan pelan sambil berkata:

"Nak maukah kau menemaniku berjalan-jalan diluar pagi ini?"

Lalu sang anak pun hanya menjawab dari dalam kamar mandi:

" Ini masih pagi sekali ayah memang ada apa?"

Ayahnya pun menjawab: 

"Ayah hanya ingin menikmati suasana saja, maukah kau ?"

Sang anak hanya menjawab dengan nada cuek:

"Ya baiklah sebentar"

Lalu sang ayah pun turun dengan langkah yang meragukan ke bawah.

Sang anak yang sudah keluar dari kamar mandipun hanya melihat ayahnya yang seakan hampir jatuh dari tangga saja tanpa membantunya.

Mereka pun beranjak dari rumah menuju halaman, sesampainya disana mereka berdua duduk disebuah bangku taman yang lumayan panjang, sang ayahpun duduk yang kali ini dibantu oleh anaknya, mereka duduk agak berjauhan karena memang hubungan antara ayah dan anak ini sudah kurang harmonis semenjak sang ibu meninggal 5 tahun lalu. 

Sang anak duduk sambil membaca koran harian setempat, sementara sang ayah hanya duduk sambil memandangi indahnya suasana halaman rumah yang cukup luas sehabis hujan, nyaris tidak ada pembicaraan antara mereka berdua. 

Tiba - tiba ada seekor burung gereja hinggap didahan tanaman perdu halaman mereka, tampaknya burung gereja itu sedang mencari material untuk membuat sarangnya diatas pohon. 

Sang Ayah hanya melihat dan memperhatikan dengan seksama, sampai sang ayah tiba- tiba berkata pada anaknya:

"Nak, kau tahu burung apakah itu?"

Sang anak lalu menurunkan sedikit korannya dan menatap burung itu sejenak lalu berkata:

"Itu burung gereja Ayah"

Sang Ayahpun diam seakan teringat sesuatu, sesuatu hal yang terlampau dalam untuk dikenang, lalu dia berkata lagi kepada anaknya:

"Nak, kau tahu burung apakah itu?"

Sang anak pun dengan suara agak tinggi, sepertinya kesal karena pertanyaan yang sama, dan menjawab:

"Tadi sudah kubilang, itu burung gereja Ayah!",

Ayahnya hanya mengucap: 

"Hmmm, begitu"

Tak beberapa lama sang ayah berkata lagi:

"Nak, burung apa ya itu?"

Lalu sang anakpun berteriak:

"Cukup Ayah!, Ayah kenapa?, kenapa selalu kata-kata itu yang ayah tanyakan dari tadi", tak sadarkah Ayah!".

Nampaknya sang anak sudah sangat kesal dengan pertanyaan ayahnya yang berulang-ulang.

Lalu Sang ayahpun bangkit dari tempat duduknya.

Anaknya pun berkata dengan suara agak lantang:

 "Sekarang kau mau kemana ayah!" 

Sang ayahpun hanya diam tak bersuara sambil terus melangkah.

Dan sang anak terus melanjutkan membaca koran paginya sambil menahan perasaan kesal.

Beberapa saat kemudian sang ayah datang lagi menghampiri anaknya yang masih ditempat duduk ,kali ini sambil membawa sebuah buku catatan yang cukup tebal, buku itu terlihat sangat lusuh karena sudah puluhan tahun digunakan.

Sang ayahpun berkata:

"Nak, coba kau baca buku ini halaman 23"

Sang anakpun mengambil buku yang disodorkan ayahnya, dan seketika langsung mencari halaman 23. 

Sang anak pun membaca halaman itu dengan seksama.

Disitu tertera tanggal 15 April 1981, berarti sudah 30 tahun yang lalu. 

Berikut adalah isi dari catatan itu :

Minggu pagi ini, seperti biasa kunikmati secangkir kopi buatan Istriku Anne.

Seperti biasa senyumnya selalu menghiasi rona pipinya yang merah, dia cantik bagai burung gereja yang hinggap pada pohon cherri dipagi hari,

Sekarang ini kebahagian kami telah lengkap berkat lahirnya putra kami "David".

Dialah embun pagiku, penyejuk jiwaku dikala sedang penat menghadapi kehidupan dan tekanan pekerjaan, tawa dan tangisnya selalu menghiasi hari-hariku selama dua tahun terakhir ini.

Kali ini David kuajak untuk bermain dihalaman rumah pukul 08.00 pagi ini, karena sekarang ia sudah bisa bangun pagi. 

Kutuntun dia dari tangga dilantai dua tempat kami bertiga tidur bersama, langkah kaki kecil itu sungguh indah, aku selalu menuntunnya setiap hari berdua dengan Anne untuk menuruni tangga.

Sengaja aku tidak menggendongnya karena aku ingin melatih dia agar lancar menaiki dan menuruni tangga. 

David terus kutuntun sampai halaman rumah, dan kami duduk bersama di bangku halaman rumah kami yang indah ini, sementara Anne memasak didapur untuk sarapan. 

Pagi ini kuberitahu tentang betapa indahnya alam ciptaan Tuhan yang paling berharga ini, kukenalkan David pada semua hal yang ada dihalaman mulai dari pohon, bangku, katak, kucing, batu sampai burung gereja, ada yang unik disini, pandangan david anakku, tak pernah lepas dari burung itu, diapun berkata walaupun belum begitu lancar berbicara "Ayah, burung apa itu?", akupun menjawab dengan semangat "Oh, itu namanya burung gereja nak, David suka burung gereja?".

David kecil pun berkata "Suka yah, suka sekali, bisakah dia bersiul?"

Aku menjawab lagi "oh pasti bisa ,bunyinya seperti cit cit cit ".

David kecilku pun tertawa kecil. 

Tak berapa lama Davidku bertanya lagi , "Ayah, burung apa itu?"

Akupun tak bosan untuk menjawab "Oh, itu namanya burung gereja nak, David suka burung gereja?"

Diapun tertawa lagi.

Kira-kira 21 kali David kecilku bertanya tentang burung gereja itu.

Akupun tidak pernah merasa penat dan bosan untuk menjawab dan mengajarinya pagi itu.

Setiap kali dia berkata, aku selalu mencium kening dan pipinya, dan memeluknya erat.

Alangkah baiknya Tuhan kepadaku menitipkan karunia-Nya padaku, aku sayang anakku.

Pesan Ayah jadilah anak yang berguna dan berbakti ya David agar kau bisa menghargai hidup ini hidup yang telah Tuhan beri untuk kita, sayangilah kedua orangtuamu sebagaimana orangtuamu menyayangi kamu.

Aku pun tanpa sadar menangis pagi itu sambil memeluk tubuh david kecilku."


Sang anakpun menutup lembar buku itu, sambil melihat mata ayahnya yang sepertinya telah kehilangan cahaya hidup. 

Lalu sang ayahpun berkata pada anaknya dengan suara yang agak lemah:

"David anakku, kau tahu sekarang betapa aku sangat menyayangimu anakku satu-satunya, setiap pagi sejak kau lahir aku selalu ada untukmu, walau sesibuk apapun pekerjaanku, kau selalu kutuntun dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi , aku tidak pernah penat dan bosan mendengarkan kata-kata dan pertanyaanmu, ketahuilah nak, tak ada lagi sekarang yang berarti untukku selain dirimu semenjak ibumu tiada, aku ingin kau tahu ini disisa sisa terakhir hidupku aku ingin melihat senyum dan tawamu lagi nak"

Sang anakpun seketika memeluk dan mencium kening ayahnya yang renta itu , sambil menangis, dan sang anak berkata:

"Maaf, maafkan aku Ayah selama ini telah jahat dan durhaka kepadamu, aku sadar betapa berjasanya kau dalam kehidupanku, aku sayang Ayah selamanya"

KITA TIDAK AKAN BISA MENGGANTI JASA-JASA ORANG TUA KITA, YANG HANYA BISA KITA LAKUKAN ADALAH MENCOBA MEMBAHAGIAKANNYA" 

Sayangilah Orang Tuamu Sebagaimana Mereka menyayangimu diwaktu kamu kecil,

Sabarlah dalam menghadapi mereka, sebagaimana mereka sabar menghadapi tingkah laku nakalmu dahulu.

Sesungguhnya kita tidak akan bisa mengganti setetespun air susu Ibu dan setetespun keringat Ayah. 

FB March 8, 2012 at 11:53pm

Stop feeling...

Sejak hari itu...

Aku sudah berhenti bahagia..
Aku berhenti juga merasa sedih...

Sering aku tertawa, tapi hatiku tidak...
Aku juga sering diam-sam menangis, tapi hatiku tidak...

Aku kunci hatiku untuk tak merasakan apa-apa...

Karena sekali saja aku mencoba merasakan...

Aku tak bisa lagi menghentikannya...

Sekarang ini...
Yang diam-diam kurasakan hanya penantian..
Berharap kau datang...
Atau berharap kau sekedar telepon...

Ya, aku tahu...
Itu tak pernah akan mungkin...

Tapi hanya dengan itu aku bisa terus hidup...

Bukan aku tak ikhlas...
Demi Allah aku ikhlas...
Tapi aku ini tetap gadis kecil...
Dan setiap gadis kecil perlu keberadaan ayahnya...

Hanya itu...

11 Juli 2020 - 15 Februari 2021
Makin hari makin hampa tanpa kau di dunia ini Ba...
Aku mencoba bahagia dengan segala hal...
Menghibur diriku dengan segala hal..
Menyibukkan diriku dengan segala hal...
Tapi aku tak berhasil tanpamu...